google-site-verification=0--nXkdUfv04a14U_ytjrROEBRhA9W68V6xxNv-O01U Ragam Sosial dalam Masyarakat - Sosiologi - Kelas X - Sosiologi SMA dan SMK

Kami siap menghantarkan adik-adik camaba masuk Perguruan Tinggi Negeri dan Sekolah Kedinasan pilihan mu.

Ragam Sosial dalam Masyarakat - Sosiologi - Kelas X

 RAGAM SOSIAL DALAM MASYARAKAT

A. Gejala Sosial

1. Faktor-Faktor Penyebab Gejala Sosial 

Gejala sosial merupakan masalah sosial yang mempengaruhi dan di pengaruhi oleh perilaku manusia di dalam lingkungan kehidupannya. Gejala sosial juga merupakan suatu fenomena yang di dalamnya terdapat beberapa perubahan, dan bahkan beberapa konflik penyatuan dimensi sosial yang ada pada diri manusia ketika berinteraksi antar sesama makhluk sosial. 

2. Faktor-Faktor Penyebab Gejala Sosial 

Adanya berbagai gejala sosial di masyarakat, dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah sebagai berikut: 

a. Faktor kultural, merupakan nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang di lingkungan masyarakat/komunitas. Ada beberapa contoh gejala sosial berdasarkan faktor kultural, antara lain kemiskinan, kerja bakti, prilaku menyimpang, dan sebagainya. 
b. Faktor struktural, merupakan suatu keadaan yang mempengaruhi struktur, struktur yang dimaksud adalah sesuatu yang disusun oleh pola tertentu. Faktor struktural  dapat dilihat dari pola-pola hubungan antar individu dan kelompok yang terjalin dilingkungan masyarakat. Contoh gejala sosial yang dipengaruhi oleh faktor struktural seperti penyuluhan sosial, interaksi dengan orang lain, dan sebagainya. 

3. Macam-Macam Gejala Sosial 

a. Ekonomi 
Ekonomi merupakan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan pendapatan. Tingkat pendapatan yang dimiliki individu dapat menimbulkan gejala sosial di masyarakat. 

b. Budaya  
Indonesia memiliki budaya yang beraneka ragam sehingga kita harus saling menghormati budaya lain. Adanya perbedaan jangan dijadikan sebagai alat pemecah persatuan, melainkan kita harus bersyukur karena keanekaragaman tersebut dapat menambah kekhasan budaya indonesia. Keanekaragaman budaya tidak hanya ada di Indonesia, tetapi setiap negara juga memiliki budaya dengan karakteristik yang berbeda-beda. Kita juga harus menghormati budaya asing. Keanekaragaman budaya di sekitar kita juga dapat menimbulkan gejala sosial, misalnya tindakan peniruan budaya asing yang negatif, kenakalan remaja, dan sebagainya.
 
c. Lingkungan alam  
Karakteristik gejala sosial dalam bidang lingkungan alam menyangkut aspek kondisi kesehatan. Seseorang yang terkena penyakit dapat menimbulkan gejala sosial di lingkungannya sekitarnya. Contoh gejala yang ditimbulkan seperti munculnya, penyakit menular, pencemaran lingkungan, dan sebagainya.

d. Psikologis 
Perilaku seseorang/individu dalam kehidupan sehari-hari dipengaruhi oleh aspek psikologisnya. Bila seseorang mengalami gangguan kejiwaan dapat menimbulkan gejala sosial di masyarakat, misalnya disorganisasi jiwa, aliran ajaran sesat dsb, dan sebagainya. 

4. Contoh Gejala Sosial dalam Masyarakat 

a. Kemiskinan 
Kemiskinan diartikan sebagai keadaan seseorang yang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok, dan tidak mampu memanfaatkan tenaga mental maupun fisiknya dalam kelompok tersebut. Dalam masyarakat modern, kemiskinan dilihat sebagai keadaan seseorang tidak memiliki harta yang cukup untuk memenuhi standar kehidupan dilingkungannya.
 
b. Kejahatan 
Kejahatan terbentuk melalui proses imitasi, pelaksanaan peran sosial, asosiasi diferensial, kompensasi, identifikasi, konsepsi diri, dan kekecewaan yang agresif. Kejahatan juga dapat dipicu oleh pola hidup konsumtif yang tidak diimbangi dengan produktivitas. 

c. Disorganisasi Keluarga 
Disorganisasi keluarga adalah perpecahan keluarga sebagai suatu unit karena anggota-anggotanya gagal memenuhi kewajiban yang sesuai dengan peran sosialnya. Bentuk-bentuk disorganisasi keluarga adalah keluarga yang tidak lengkap karena hubungan diluar nikah, perceraian, buruknya komunikasi antaranggota keluarga, krisis keluarga karena kepala keluarga meninggalkan keluarga (seperti meninggal, dihukum pidana atau berperang), serta terganggunya mental salah satu anggota keluarga. 

d. Masalah Generasi Muda Masyarakat Modern 
Umumnya ditandai oleh dua ciri yang berlawanan, yaitu keinginan untuk melawan dan sikap apatis. Keinginan untuk melawan antara lain ditunjukan dalam sikap radikalisme. Sementara, sikap apatis misalnya penyesuaian yang membabi buta terhadap ukuran moral generasi tua. Dalam masyarakat yang sedang mengalami masa transisi, generasi muda seolah terjepit antara norma lama dan norma baru (yang kadang belum terbentuk). 

e. Peperangan 
Merupakan sebuah bentuk pertentangan antara kelompok atau masyarakat (termasuk Negara) yang umumnya diakhiri dengan akomodasi. 

f. Pelanggaran Terhadap Norma-Norma Masyarakat 
Bentuk perilau pelanggaran norma-norma masyarakat seperti pelacuran.kenakalan remaja, alkoholisme dan korupsi. 

5. Dampak Gejala Sosial di Masyarakat 

Terjadinya perubahan sosial-budaya dimasyarakat merupakan salah satu akibat dari gejala sosial. Dampak gejala sosial ada yang bersifat positif dan negatif. 

1. Dampak positif 
Jika kita menyikapi dengan baik, bersikap terbuka, dan mengimbangi perubahan sosial-budaya yang ada. Maka perubahan-perubahan yang terjadi akan memberikan dampak positif. Misalnya kita bersikap terbuka dan mencoba mengikuti perkembangan kemajuan bidang tekhnologi. seperi telepon, handphone, telegram, email, dsb. Dengan adanya alat komunikasi yang modern tersebut , maka, maka kita dapat melakukan interaksi jarak jauh tanpa harus bertemu secara langsung. Kita juga tidak dikatakan sebagai orang yang ketinggalan jaman, serta kita bisa dengan mudah dan cepat menerima informasi. 

2. Dampak negatif 
Seseorang yang tidak dapat menerima perubahan yang terjadi akan mengalami keguncangan culture shock. Ketidak sanggupan seseorang dalam menghadapi gejala sosial akan membawa kearah prilaku menyimpang. Bentuk cultural shock misalnya, seseorang yang merantau dari desa di kota. Karena terbiasa di desa dengan pegangan nilai dan norma yang kuat, ketika berhadapan dengan kehidupan kota yang bebas dan tidak ada larangan, maka orang tersebut tidak dapat beradaptasi dengan baik. Akibatnya orang tersebut merasa khawatir dan galau yang berlebihan yang berakibat pada perilaku menyimpang. 

B. Masalah Sosial

Pengertian Masalah Sosial 
Soerjono Soekanto mengatakan bahwa masalah sosial adalah ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat yang membahayakan kehidupan kelompok sosial. 

Soerjono Soekanto membedakan masalah sosial menjadi empat yaitu sebagai berikut: 
a. Masalah sosial dari faktor ekonomis, seperti kemiskinan dan pengangguran 
b. Masalah sosial dari faktor biologis, seperti penyakit menular 
c. Masalah sosial dari faktor psikologis, seperti penyakit syaraf dan bunuh diri. 
d. Masalah sosial dari faktor kebudayaan, seperti perceraian dan kenakalan remaja 

Dalam menentukan apakah suatu masalah merupakan masalah sosial atau bukan, para sosiolog menggunakan beberapa dasar sebagai ukuran, yaitu:
 
1. Kriteria umum 
Masalah sosial terjadi karena ada perbedaan antara nilai-nilai dalam suatu masyarakat dengan kondisi nyata kehidupan. Artinya, ada ketidakcocokan antara anggapan masyarakat tentang apa yang seharusnya terjadi dan kenyataan sebenarnya. Kriteria umum masalah sosial pun berbeda-beda di setiap masyarakat, hal ini tergantung pada nilai-nilai yang mereka anut. Contoh, di Indonesia “kumpul kebo” dilihat sebagai sebuah masalah, tetapi tidak demikian di Amerika. 

2. Sumber masalah sosial 
Selain bersumber dari interaksi sosial yang efektif, masalah sosial juga dapat bersumber dari gejala-gejala alam, seperti gempa bumi atau kemarau panjang. Namun tidak semua gejala alam menjadi sumber masalah sosial. Gejala alam menjadi sumber masalah sosial jika gejala tersebut mengakibatkan masalah sosial tertentu. Contohnya, banjir bukanlah masalah sosial. Namun akibat yang ditimbulkanya, seperti kehilangan tempat tinggal atau pencurian merupakan masalah sosial. 

3. Pihak yang menetapkan masalah sosial 
Dalam masyarakat, umumnya terdapat sekelompok kecil individu yang mempunyai kekuasaan dan wewenang untuk menentukan apakah sesuatu dianggap sebagai masalah sosial atau bukan. Kelompok-kelompok tersebut diantaranya adalah pemerintah, tokoh masyarakat, organisasi sosial, dewan atau musyawarah masyarakat. 

4. Masalah sosial nyata dan laten 
Masalah sosial nyata adalah masalah sosial yang timbul akibat terjadinya kepincangan yang disebabkan ketidaksesuaian tindakan dengan norma dan nilai masyarakat.  Masalah sosial nyata umumnya berusaha dihilangkan. Masalah sosial laten adalah masalah sosial yang ada dalam masyarakat, tetapi tidak diakui sebagai masalah. Hal ini umumnya disebabkan ketidakberdayaan masyarakat untuk mengatasinya. 

5. Perhatian masyarakat dan masalah sosial 
Suatu kejadian atau peristiwa berubah menjadi masalah sosial ketika hal tersebut menarik perhatian masyarakat. Masyarakat secara intens membahas dan menggugat peristiwa tersebut. Namun demikian, tidak semua masalah sosial menjadi perhatian masyarakat. Sebaliknya suatu yang menjadi perhatian masyarakat belum tentu merupakan masalah. Contohnya, merebaknya pelanggaran lalu lintas adalah masalah, namun tidak menarik perhatian masyarakat. Sebaliknya sebuah bus yang terbalik dijalan raya bukanlah masalah sosial walaupun menarik perhatian masyarakat. 

C. Nilai Sosial 

1. Pengertian Nilai Sosial 

Nilai sosial adalah penghargaan yang diberikan masyarakat terhadap sesuatu yang dianggap baik, luhur, pantas dan mempunyai daya guna fungsional bagi masyarakat. 

Berikut ini pendapat beberapa ahli sosiologi tentang nilai sosial: 

a. Prof. Dr. Notonegoro, 

membagi nilai menjadi tiga macam sebagai berikut. 
1) Nilai material: segala sesuatu yang berguna bagi jasmani/unsur fisik manusia. 
2) Nilai vital: segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk melakukan suatu kegiatan dan aktivitas. 
3) Nilai kerohanian: segala sesuatu yang berguna bagi batin (rohani) manusia. 

Nilai kerohanian manusia dibedakan menjadi empat macam, yaitu: 
– nilai kebenaran adalah nilai yang bersumber pada unsur akal manusia;
– nilai keindahan adalah nilai yang bersumber pada perasaan manusia (nilai estetika); 
– nilai moral (kebaikan) adalah nilai yang bersumber pada unsur kehendak atau kemauan (karsa dan etika); 
– nilai religius adalah nilai ketuhanan yang tertinggi, yang sifatnya mutlak dan abadi. 

b. Robert M. Z. Lawang 

Menurut M. Z. Lawang, nilai adalah gambaran mengenai apa yang diinginkan, pantas, berharga dan memengaruhi perilaku sosial dari orang yang memiliki nilai itu. 

2. Ciri-ciri Nilai Sosial 

Nilai sosial mempunyai ciri sebagai berikut. 
  • a. Merupakan hasil interaksi sosial antarwarga masyarakat. 
  • b. Bukan bawaan sejak lahir melainkan penularan dari orang lain. 
  • c. Terbentuk melalui proses belajar (sosialisasi). 
  • d. Merupakan bagian dari usaha pemenuhan kebutuhan dan kepuasan sosial manusia. 
  • e. Bervariasi antara kebudayaan yang satu dengan kebudayaan yang lain. 
  • f. Dapat memengaruhi pengembangan diri seseorang baik positif maupun negatif. 
  • g. Memiliki pengaruh yang berbeda antarwarga masyarakat. 
  • h. Cenderung berkaitan antara yang satu dan yang lain sehingga membentuk pola dan sistem sosial. 

3. Macam-Macam Nilai Sosial 

Nilai sosial berdasarkan ciri sosialnya dapat dibedakan menjadi dua yaitu nilai dominan dan nilai yang mendarah daging. 

a. Nilai dominan 
Nilai dominan yaitu nilai yang dianggap lebih penting dibandingkan nilai lainnya. 
Ukuran dominan atau tidaknya suatu nilai didasarkan pada hal-hal berikut ini: 
  • 1) Banyaknya orang yang menganut nilai. 
  • 2) Lamanya nilai itu digunakan. 
  • 3) Tinggi rendahnya usaha yang memberlakukan nilai tersebut. 
  • 4) Prestise/kebanggaan orang-orang yang menggunakan nilai dalam masyarakat. 
b. Nilai yang mendarah daging 
Nilai yang mendarah daging yaitu nilai yang telah menjadi kepribadian dan kebiasaan. Seseorang melakukannya seringkali tanpa proses berfikir atau pertimbangan lagi. Biasanya nilai tersebut telah tersosialisasi sejak seseorang masih kecil. Jika ia tidak melakukannya maka ia akan merasa malu bahkan merasa sangat bersalah. Contohnya: seorang guru melihat siswanya gagal dalam ujian akhir akan merasa telah gagal mendidiknya. 

4. Fungsi Nilai Sosial 

  • a. Sebagai alat untuk menentukan harga atau kelas sosial seseorang dalam struktur stratifikasi sosial. Misalnya kelompok ekonomi kaya (upper class), kelompok ekonomi menengah (middle class) dan kelompok masyarakat kelas rendah (lower class). 
  • b. Mengarahkan masyarakat untuk berfikir dan bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat (berperilaku pantas). 
  • c. Dapat memotivasi atau memberi semangat pada manusia untuk mewujudkan dirinya dalam perilaku sesuai dengan yang diharapkan oleh peran-perannya dalam mencapai tujuan. 
  • d. Sebagai alat solidaritas atau pendorong masyarakat untuk saling bekerja sama untuk mencapai sesuatu yang tidak dapat dicapai sendiri. 
  • e. Pengawas, pembatas, pendorong dan penekan individu untuk selalu berbuat baik. 

D. Norma Sosial

1. Pengertian Norma Sosial 

Norma adalah patokan perilaku dalam suatu kelompok masyarakat tertentu. Norma disebut pula peraturan sosial menyangkut perilaku-perilaku yang pantas dilakukan dalam menjalani interaksi sosialnya. 

2. Tingkatan norma sosial 

a. Cara (usage) 

Cara adalah suatu bentuk perbuatan tertentu yang dilakukan individu dalam suatu masyarakat tetapi tidak secara terus-menerus. 
Contoh: cara makan yang wajar dan baik apabila tidak mengeluarkan suara seperti hewan. 

b. Kebiasaan (folkways) 

Kebiasaan merupakan suatu bentuk perbuatan berulang-ulang dengan bentuk yang sama yang dilakukan secara sadar dan mempunyai tujuan-tujuan jelas dan dianggap baik dan benar. 
Contoh: Memberi hadiah kepada orang-orang yang berprestasi dalam suatu kegiatan atau kedudukan, memakai baju yang bagus pada waktu pesta. 

c. Tata kelakuan (mores) 

Tata kelakuan adalah sekumpulan perbuatan yang mencerminkan sifat-sifat hidup dari sekelompok manusia yang dilakukan secara sadar guna melaksanakan pengawasan oleh sekelompok masyarakat terhadap anggota-anggotanya. Dalam tata kelakuan terdapat unsur memaksa atau melarang suatu perbuatan. Contoh: Melarang pembunuhan, pemerkosaan, atau menikahi saudara kandung. 

d. Adat istiadat (custom) 

Adat istiadat adalah kumpulan tata kelakuan yang paling tinggi kedudukannya karena bersifat kekal dan terintegrasi sangat kuat terhadap masyarakat yang memilikinya. 

3. Ciri-Ciri Norma Sosial 

Norma sosial atau norma masyarakat memiliki ciri-ciri, yaitu: 
– umumnya tidak tertulis; 
– hasil dari kesepakatan masyarakat; 
– warga masyarakat sebagai pendukung sangat menaatinya; 
– apabila norma dilanggar maka yang melanggar norma harus menghadapi sanksi; 
– norma sosial kadang-kadang bisa menyesuaikan perubahan sosial, sehingga norma sosial bisa mengalami perubahan. 

4. Macam-Macam Norma Sosial 

a. Norma agama 

Norma agama adalah peraturan sosial yang sifatnya mutlak dan tidak dapat ditawar-tawar atau diubah karena berasal dari wahyu Tuhan. Norma agama merupakan petunjuk hidup manusia dalam menjalani kehidupannya. Pelanggaran terhadap norma ini adalah dikatakan berdosa. 
Contohnya melaksanakan sembahyang, penyembahan kepada-Nya, tidak berbohong, tidak berjudi, dan tidak mabuk-mabukan. 

b. Norma hukum (laws) 

Norma hukum adalah aturan sosial yang dibuat oleh lembaga-lembaga tertentu misalnya pemerintah atau negara. Oleh karena dibuat negara, norma ini dengan tegas dapat melarang dan memaksa orang untuk dapat berperilaku sesuai dengan keinginan pembuat peraturan itu sendiri. 

c. Norma kesopanan 

Norma kesopanan adalah sekumpulan peraturan sosial yang mengarah pada hal-hal yang berkenaan dengan bagaimana seseorang harus bertingkah laku yang wajar dalam kehidupan bermasyarakat. Pelanggaran terhadap norma ini akan mendapatkan celaan, kritik, dan lain-lain, tergantung pada tingkat pelanggaran. 
Contohnya: tidak membuang ludah sembarangan dan selalu mengucapkan terima kasih jika diberi sesuatu. 

d. Norma kesusilaan 

Norma kesusilaan adalah peraturan sosial yang berasal dari hati nurani. Norma ini menghasilkan akhlak, sehingga seseorang dapat membedakan apa yang dianggap baik apa yang dianggap jelek. Norma kesusilaan bersandar pada suatu nilai kebudayaan. Pelanggaran terhadap norma ini berakibat sanksi pengucilan secara fisik (diusir) ataupun batin (dijauhi). 
Contohnya berpegangan tangan, berpelukan di tempat umum antara laki-laki dengan perempuan, telanjang di tempat umum. 

5. Fungsi Norma Sosial 

a. Sebagai aturan atau pedoman tingkah laku dalam masyarakat. 
b. Sebagai alat untuk menertibkan dan menstabilkan kehidupan sosial. 
c. Sebagai sistem kontrol sosial dalam masyarakat. 

E. Sosialisasi

1. Pengertian Sosialisasi 

Secara sederhana, sosialisasi dapat diartikan sebagai sebuah proses seumur hidup yang berkenan dengan bagaimana individu mempelajari cara-cara hidup, norma, dan nilai sosial yang terdapat dalam kelompoknya agar dapat berkembang menjadi pribadi yang bisa diterima masyarakat. 

Berikut ini beberapa definisi sosialisasi menurut para ahli, sebagai berikut:
a. Koentjaraningrat 
Proses sosialisasi adalah proses belajar yang dialami individu sejak masa kanak-kanak sampai masa tuanya. Ia belajar pola-pola tindakan dalam interaksi dengan segala macam individu sekeliling yang mengembangkan aneka peran sosial yang ada dalam kehidupan sehari-hari.
b. Peter Berger 
Proses sosialisasi adalah suatu proses di mana seorang anak belajar menjadi seseorang anggota yang berprestasi dalam masyarakat. 
c. Charlotte Buhler 
Proses sosialisasi adalah proses yang membantu individu-individu belajar dan menyesuaikan diri, bagaimana cara hidup dan berfikir kelompoknya agar dia dapat berfungsi dalam kelompok. 

2. Tujuan Sosialisasi 

Sosialisasi sebagai suatu proses sosial mempunyai tujuan sebagai berikut:
  • a. Memberikan keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan seseorang untuk melangsungkan kehidupan di tengah-tengah masyarakat. 
  • b. Mengembangkan kemampuan seseorang untuk berkomunikasi secara efektif dan mengembangkan kemampuan untuk membaca, menulis, dan bercerita. 
  • c. Membantu seseorang mengendalikan fungsi-fungsi organik melalui latihan-latihan mawas diri yang tepat. 
  • d. Menanamkan kepada seseorang nilai-nilai dan kepercayaan pokok yang ada pada masyarakat. 

3. Tahap-Tahap Sosialisasi 

a. Persiapan (prepatory stage) 
Tahap persiapan merupakan tahap awal dalam sosialisasi yang dilakukan oleh manusia. Pada tahap ini dimulai sejak manusia lahir di dunia. Sejak saat itulah seseorang sudah memiliki persiapan untuk melakukan tindakan sesuai dengan lingkungan. 
b. Tahap meniru (play stage) 
Pada tahap ini anak mulai mampu meniru secara sempurna. Tahap meniru ini juga disebut tahap bermain. Pada tahap ini kesadaran bahwa dunia sosial manusia berisikan orang-orang yang jumlahnya relatif banyak sudah mulai terbentuk. Pada tahap ini anak mengenal “significant other” yaitu orang-orang di sekitarnya yang dianggap penting bagi pertumbuhan dan pembentukan diri, misal: ayah, ibu, kakak, pengasuh, kakek, nenek, yang sering berinteraksi dengannya. Contoh: seorang anak kecil selalu meniru apa yang dikerjakan orang di sekitarnya dan menerima apa yang sudah dilihatnya. 
c. Tahap siap bertindak (game stage) 
Pada tahap ini peniruan yang dilakukan seseorang mulai berkurang digantikan oleh peranan yang secara langsung dimainkan sendiri dengan penuh kesadaran. Pada tahap ini kemampuan menempatkan dirinya pada posisi orang lain mulai meningkat sehingga memungkinkan adanya kemampuan bermain secara beregu. Pada tahap ini partner interaksinya makin banyak, hubungan pun makin kompleks. Kemantapan diri pada tahap ini jauh lebih tinggi dari tahap-tahap sebelumnya. Peraturan-peraturan yang berlaku di luar keluarganya secara bertahap mulai dipahami. Pada tahap ini mulai siap menjadi partisipan aktif dalam masyarakat. Teman sebaya sangat berpengaruh pada game stage, karena dengan teman sebaya seseorang mulai mengenal dan berinteraksi dengan dunia di luar keluarga. 
d. Tahap penerimaan norma kolektif (generalized other) 
Pada tahap ini manusia/seseorang disebut sebagai manusia dewasa. Dia bukan hanya dapat menempatkan dirinya pada posisi orang lain, tetapi juga dapat bertenggang rasa dengan masyarakat secara luas. Seseorang telah menyadari pentingnya peraturan-peraturan sehingga kemampuan bekerja sama menjadi mantap. Dalam tahap ini, manusia telah menjadi warga masyarakat dalam arti sepenuhnya.

4. Fungsi Sosialisasi 

Proses sosialisasi di lingkungan masyarakat memiliki dua fungsi utama sebagai berikut:
a. Dilihat dari kepentingan individu, sosialisasi bertujuan agar individu bisa mengenal, mengakui dan menyesuaikan diri dengan nilai-nilai, norma-norma, dan struktur sosial yang ada di dalam masyarakat. b. Dilihat dari kepentingan masyarakat, sosialisasi berfungsi sebagai alat pelestarian, penyebarluasan, dan pewarisan nilai-nilai serta norma-norma yang ada dalam masyarakat, supaya tetap ada dan terpelihara oleh seluruh anggota masyarakat. 

5. Media Sosialisasi 

Ada berbagai jenis media sosialisasi yang bertindak sebagai agen sosialisasi, yakni pihak-pihak yang melaksanakan sosialisasi, antara lain sebagai berikut:
a. Keluarga Keluarga 
sebagai agen sosialisasi, merupakan kelompok sosial terkecil dalam masyarakat. Dalam keluarga ada beberapa faktor yang bersifat universal dan memengaruhi pembentukan kepribadian anak, yaitu sebagai berikut. 

Dalam keluarga dikenal dua macam pola sosialisasi yaitu sebagai berikut:
1) Sosialisasi represif 
Sosialisasi represif yaitu sosialisasi yang mengutamakan ketaatan anak pada orang tua. Sosialisasi ini lebih menekankan penggunaan hukuman terhadap anak yang melakukan kesalahan. Sosialisasi semacam ini salah satu sifatnya hanya terjadi satu arah (terletak pada orang tua saja). Contoh: memukul anak apabila tidak menaati perintah orang tua. 
2) Sosialisasi persuasif 
Sosialisasi persuasif yaitu sosialisasi yang mengutamakan tindakan pencegahan agar anak tidak melakukan penyimpangan sosial. Contoh: tindakan pemberian peringatan dari orang tua kepada anak, ketika anak ingin keluar malam. Peringatan tersebut, misalnya kalau biasa sering keluar malam kesehatan bisa memburuk, terlambat ke sekolah, dan sebagainya. 
b. Teman sepermainan 
c. Sekolah 
Fungsi pendidikan sekolah sebagai media sosialisasi sebagai berikut:
  • 1) Memberikan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk mengembangkan daya intelektual agar siswa dapat hidup layak. 
  • 2) Membentuk kepribadian siswa agar sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma yang ada dalam masyarakat. 
  • 3) Melestarikan kebudayaan dengan cara mewariskannya dari satu generasi ke generasi selanjutnya. 

6. Jenis-Jenis Sosialisasi 

Jenis-jenis sosialisasi dibedakan menjadi dua macam, yaitu sebagai berikut:

a. Sosialisasi primer (primary socialization) 
Sosialisasi primer adalah sosialisasi pertama yang dijalani individu semasa kecil dan menjadi pintu bagi seseorang memasuki keanggotaan dalam masyarakat. Tempat sosialisasi primer adalah keluarga karena manusia lahir dan hidup di tengah-tengah keluarga. 

b. Sosialisasi sekunder (secondary socialization) 
Sosialisasi sekunder adalah proses sosialisasi berikutnya yang memperkenalkan kepada individu tersebut sektor-sektor baru dunia objektif masyarakat. 
Sosialisasi sekunder mengajarkan nilai-nilai baru di luar lingkungan keluarga seperti di lingkungan sekolah, lingkungan bermain, dan lingkungan kerja. 

F. Penyimpangan Sosial 

1. Pengertian Penyimpangan Sosial 

Perilaku yang tidak sesuai dengan aturan (norma) yang berlaku disebut penyimpangan sosial (perilaku menyimpang). 

Berikut ini beberapa definisi penyimpangan sosial dari para ahli sosiologi:
a. Menurut James W. Van der Zaden 
Penyimpangan sosial adalah perilaku yang oleh sejumlah besar orang dianggap sebagai hal yang tercela dan di luar batas toleransi. 

b. Menurut Robert M. Z. Lawang 
Penyimpangan sosial adalah semua tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam masyarakat dan menimbulkan usaha dari yang berwenang dalam sistem itu untuk memperbaiki perilaku menyimpang tersebut. 

c. Menurut Paul B. Horton 
Penyimpangan sosial adalah setiap perilaku yang dinyatakan sebagai pelanggaran terhadap norma-norma kelompok atau masyarakat. Penyimpangan terhadap norma-norma atau nilai-nilai masyarakat disebut deviasi (deviation), sedangkan pelaku atau individu yang melakukan penyimpangan disebut devian (deviant). Kebalikan dari perilaku menyimpang adalah perilaku yang tidak menyimpang yang sering disebut dengan konformitas. Konformitas adalah bentuk interaksi sosial yang di dalamnya seseorang berperilaku sesuai dengan harapan kelompok. 

2. Penyebab Terjadinya Penyimpangan Sosial 

Menurut Wilnes dalam bukunya “Punishment and Reformation” sebab-sebab penyimpangan/kejahatan dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut:
a. Faktor subjektif 
adalah faktor yang berasal dari seseorang itu sendiri (sifat pembawaan yang dibawa sejak lahir). 
b. Faktor objektif 
adalah faktor yang berasal dari luar (lingkungan). Misalnya keadaan rumah tangga, seperti hubungan antara orang tua dan anak yang tidak serasi. 

Beberapa penyebab terjadinya penyimpangan seorang individu (faktor objektif): 
– Ketidaksanggupan menyerap norma-norma kebudayaan 
– Proses belajar yang menyimpang 
– Ketegangan antara kebudayaan dan struktur sosial 
– Ikatan sosial yang berlainan
– Akibat proses sosialisasi nilai-nilai subkebudayaan yang menyimpang 

3. Bentuk-Bentuk Penyimpangan Sosial 

a. Penyimpangan bersifat positif 
Penyimpangan bersifat positif adalah penyimpangan yang mempunyai dampak positif terhadap sistem sosial karena mengandung unsur-unsur inovatif, kreatif, dan memperkaya wawasan seseorang. Penyimpangan seperti ini biasanya diterima masyarakat karena sesuai perkembangan zaman. Misalnya emansipasi wanita dalam kehidupan masyarakat yang memunculkan wanita karir. 

b. Penyimpangan bersifat negatif 
Penyimpangan bersifat negatif adalah penyimpangan yang bertindak ke arah nilai-nilai sosial yang dianggap rendah dan selalu mengakibatkan hal yang buruk. Bobot penyimpangan negatif didasarkan pada kaidah sosial yang dilanggar. Pelanggaran terhadap kaidah susila dan adat istiadat pada umumnya dinilai lebih berat daripada pelanggaran terhadap tata cara dan sopan santun. 

Bentuk penyimpangan yang bersifat negatif antara lain sebagai berikut:
  • · Penyimpangan primer (primary deviation) Penyimpangan primer adalah penyimpangan yang dilakukan seseorang yang hanya bersifat temporer dan tidak berulang-ulang. Seseorang yang melakukan penyimpangan primer masih diterima di masyarakat karena hidupnya tidak didominasi oleh perilaku menyimpang tersebut. Misalnya: siswa yang terlambat, pengemudi yang sesekali melanggar peraturan lalu lintas, dan orang yang terlambat membayar pajak. 
  • · Penyimpangan sekunder (secondary deviation) Penyimpangan sekunder adalah perilaku menyimpang yang nyata dan seringkali terjadi, sehingga berakibat cukup parah serta menganggu orang lain. Misalnya: orang yang terbiasa minum-minuman keras dan selalu pulang dalam keadaan mabuk, serta seseorang yang melakukan tindakan pemerkosaan. 

4. Jenis-Jenis Penyimpangan Sosial 

Batasan perilaku menyimpang ditentukan oleh norma-norma masyarakat. Jenis penyimpangan sosial (perilaku menyimpang), antara lain sebagai berikut:
a. Penyimpangan seksual 
Penyimpangan seksual adalah perilaku seksual yang tidak lazim dilakukan. 
Penyimpangan seksual dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, antara lain sebagai berikut:
– Perzinaan 
– Suka terhadap sesama jenis (homoseksualitas) 
– Hubungan seksual di luar nikah (kumpul kebo) 
– Pemerkosaan 
b. Penyalahgunaan narkotika 
c. Perkelahian pelajar 
d. Alkoholisme 
e. Tindakan kriminal atau tindakan kejahatan 
f. Penyimpangan dalam gaya hidup yang lain dari biasanya 

5. Teori-Teori Perilaku Menyimpang 

Teori-teori yang menjelaskan tentang perilaku menyimpang, antara lain sebagai berikut:
a. Teori fungsi oleh Durkheim 
Menurut teori fungsi, bahwa keseragaman dalam kesadaran moral semua warga masyarakat tidak mungkin ada, karena setiap individu berbeda dengan yang lain. Oleh karena itu, orang yang berwatak jahat akan selalu ada di lapisan masyarakat manapun. Bahkan menurut Durkheim kejahatan perlu bagi masyarakat, sebab dengan adanya kejahatan maka moralitas dan hukum akan berkembang secara normal. Dengan demikian perilaku menyimpang memiliki fungsi yang positif. 

b. Teori merton oleh K. Merton 
Menurut teori merton, bahwa struktur sosial bukan hanya menghasilkan perilaku yang konformis (sesuai dengan norma) melainkan juga menghasilkan perilaku yang menyimpang. Struktur sosial dapat menghasilkan pelanggaran terhadap aturan sosial dan juga menghasilkan anomie yaitu pudarnya kaidah. 

c. Teori labelling oleh Edwin M. Lement 
Menurut teori labelling, bahwa seseorang menjadi menyimpang karena proses labelling yang diberikan masyarakat kepada dirinya. Labelling adalah pemberian nama atau konotasi buruk, misalnya si pemabuk, si pembolos, si perokok, sehingga meskipun ia tidak lagi melakukan penyimpangan tetap diberi gelar sebutan pelaku menyimpang. Dari hal tersebut ia akan tetap melakukan penyimpangan karena terlanjur dicap oleh masyarakat. 

d. Teori konflik oleh Karl Marx 
Menurut teori konflik, bahwa kejahatan terkait erat dengan perkembangan kapitalisme. Perilaku menyimpang diciptakan oleh kelompok-kelompok berkuasa dalam masyarakat untuk melindungi kepentingan sendiri. Hukum merupakan cerminan kepentingan kelas yang berkuasa dan sistem peradilan pidana mencerminkan kepentingan mereka. 
Orang miskin yang melakukan pelanggaran dihukum sedangkan pengusaha besar yang melakukan pelanggaran tidak dibawa ke pengadilan. Demikian menurut pendapat Karl Marx. 

G. Pengendalian Sosial

1. Pengertian Pengendalian Sosial 

Pengendalian sosial adalah proses yang digunakan oleh seseorang atau kelompok untuk memengaruhi, mengajak, bahkan memaksa individu atau masyarakat agar berperilaku sesuai dengan norma dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat, sehingga tercipta ketertiban di masyarakat. 

Pengertian pengendalian sosial menurut para sosiolog, antara lain sebagai berikut:
a. Menurut Joseph S. Roucek 
Pengendalian sosial adalah suatu istilah kolektif yang mengacu pada proses terencana ataupun tidak terencana yang mengajarkan, membujuk atau memaksa individu untuk menyesuaikan diri dengan kebiasaan-kebiasaan dan nilai-nilai kelompok. 
b. Menurut Peter L. Berger 
Pengendalian sosial adalah berbagai cara yang digunakan oleh masyarakat untuk menertibkan anggota-anggotanya membangkang. 
c. Menurut Horton 
Pengendalian sosial adalah segenap cara dan proses yang ditempuh oleh sekelompok orang atau masyarakat, sehingga para anggotanya dapat bertindak sesuai harapan kelompok atau masyarakat. 
d. Menurut Soetandyo Wignyo Subroto 
Pengendalian sosial adalah sanksi, yaitu suatu bentuk penderitaan yang secara sengaja diberikan oleh masyarakat. 

2. Ciri-Ciri Pengendalian Sosial 

  • a. Suatu cara/metode atau teknik untuk menertibkan masyarakat/individu. 
  • b. Dapat dilakukan oleh individu terhadap individu, kelompok terhadap kelompok atau kelompok terhadap individu. 
  • c. Bertujuan mencapai keserasian antara stabilitas dengan perubahan-perubahan yang terus terjadi dalam masyarakat. 
  • d. Dilakukan secara timbal balik meskipun terkadang tidak disadari oleh kedua belah pihak. 

3. Tujuan Pengendalian Sosial 

a. untuk menjaga ketertiban sosial 
b. untuk mencegah terjadinya penyimpangan terhadap nilai-nilai dan norma-norma sosial di masyarakat c. untuk mengembangkan budaya malu. 

4. Sifat-Sifat Pengendalian Sosial 

Sifat-sifat pengendalian sosial dapat dibedakan menjadi tiga sebagai berikut:

a. Preventif 
Pengendalian sosial bersifat preventif adalah pengendalian sosial yang dilakukan sebelum terjadi penyimpangan terhadap nilai dan norma sosial yang berlaku di masyarakat. Dengan kata lain tindakan preventif merupakan tindakan pencegahan. 
b. Kuratif 
Pengendalian sosial bersifat kuratif adalah pengendalian sosial yang dilakukan pada saat terjadi penyimpangan sosial. 
c. Represif 
Pengendalian sosial bersifat represif adalah pengendalian sosial yang bertujuan mengembalikan keserasian yang pernah terganggu karena terjadinya suatu pelanggaran. Pengendalian ini dilakukan setelah seseorang melakukan penyimpangan. 

5. Jenis-Jenis Pengendalian Sosial 

Dalam pergaulan sehari-hari kita akan menjumpai berbagai jenis pengendalian sosial yang digunakan untuk mencegah atau mengatasi perilaku menyimpang. 

Jenis pengendalian tersebut antara lain berikut ini:
a. Gosip atau desas-desus 
b. Teguran 
c. Pendidikan 
d. Agama 
e. Hukuman (Punishment) 

6. Cara-Cara Pengendalian Sosial 

Ada beberapa macam cara pengendalian sosial agar individu dan masyarakat berperilaku sesuai dengan apa yang diharapkan. 

Cara pengendalian tersebut antara lain sebagai berikut:

a. Cara persuasif 
Cara persuasif dalam pengendalian sosial dilakukan dengan menekankan pada usaha mengajak dan membimbing anggota masyarakat agar bertindak sesuai dengan cara persuasif. 
b. Cara koersif 
Cara koersif dalam pengendalian sosial dilakukan dengan kekerasan atau paksaan. 

7. Lembaga Pengendalian Sosial 

Dalam masyarakat Indonesia yang memiliki peranan mengendalikan perilaku menyimpang antara lain polisi, pengadilan, adat, dan tokoh masyarakat. 
a. Polisi 
b. Pengadilan
c. Adat 
d. Tokoh Masyarakat

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Ragam Sosial dalam Masyarakat - Sosiologi - Kelas X"

Post a Comment